Saturday, 28 November 2015

Motivasi (Minggu ke-9)

3. TEORI HARAPAN
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
1. harapan (expentancy)
2. nilai (Valence)
3. pertautan (Inatrumentality)


• Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
• Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
• Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.


Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:

Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan.


Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable.



B. Teori Harapan
Contoh Kasus PHK
Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
• Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam Contoh Kasus:
» Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
» Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
» Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.



DAFTAR PUSTAKA

Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan

Saturday, 21 November 2015

Tugas Psikologi Manajemen (minggu ke-8)

1. TEORI MOTIVASI

Motivasi merupakan bagian dari faktor pendorong yang ada dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi terhadap pekerjaan akan berpengaruh terhadap performa kerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidak mudah untuk menjelaskan motifasi, karena:
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut ini dikemukakan Huraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai faktor pendorong dari prilaku manusia:


• Motif Kekuasaan
Merupakan cara manusia dan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).


• Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.
3. Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
4. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya


• Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter, motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.


• Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.


• Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

1. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut arti katanya, motivasi atau motivation berarti motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Dalam kamus administrasi, Drs. The Liang Gie CS, memberikan perumusan akan motivating atau pendorong kegiatan sebagai berikut: “pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan insprasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan ornag-orang atau karyawan agar mereka besemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari ornag-orang tersebut.


Di bawah ini tercantum beberapa definisi atau pengertian motivasi kerja dari sejumlah penulis sebagai berikut:
• George R. Terry berpendapat “motivasi kerja adalah suatu keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak sesuatu”.
• Dr. Sondan P. Siagian, MPA berpendapat bahwa: “Motivasi kerja merupakan keseluruhan proses pemberian motivasi berkerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
• Wahjosumadjo menyatakan, “motivasi kerja merupakan suatu prsoses psikologis yang mencerminkan interaski antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan yang terjadi pada diri seseorang.
• G. Terry mengemukakan bahwa “Motivasi diartikan sebagai mengusahakan supaya seseorang dapat menyelesaikan mempekerjaan dengan semangat karena ia ingin melaksanakannya”.
• M. Manullang memberikan pengertian motivasi sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut.

Berdasarkan penjelasan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri manusia sebagai bentuk dukungan dari eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi proses kerja dan hasil akhir kerja.


2. TEORI DRIVE (TEORI REINFORCEMENT )
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.


A. Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
• Suatu keadaan yang mendorong
• Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
• Pencapaian tujuan yang memadai
• Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.


Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda


B. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.

Daftar Pustaka
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

Nita. 2009. “Teori motivasi; teori drive-reinforcement dan teori harapan” (online), http://nthatembem.blogspot.co.id/2009/11/teori-motivasi-teori-drive.html., diakses November 2015.

Friday, 13 November 2015

Teori-teori Leadership


A. Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Scmidt

Tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer.



Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.

Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.

1. Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”

Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

2. Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”

Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik

3. Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”

Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

4. Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”

Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

5. Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”

Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

6. Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”

Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu. 

7. Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim



B. Modern choice approach to participation

Teori kepemimpinan model Vroom dan Yetton ini merupakan salah satu teori kontingensi. Teori kepemimpinan Vroom dan Yetton disebut juga teori Normatif, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentana gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Vroom dan Yetton memberikan beberapa gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi.

Model ini mengarah pada pemberian rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil.

Contingency Theory of Leadership and Fiedler

Dikatakan oleh Fiedler (1967) Tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Situasi yang menguntungkan, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variabel situasi yaitu:

Hubungan pemimpin-anggota: hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompokmnya

Struktur tugas: derajat struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan

Kekuasaan kedudukan: kekuasaan dan kewenangan yang diberikan dalam kedudukannya.



C. Path goal theory

Teori path goal adalah suatu model kontigensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.

Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).

Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.

Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.



Daftar pustaka:



Munandar,A.S.Psikologi industri dan organisasi.Penerbit UIP



Wijono,Sutarto.(2010).Psikologi industri dan organisasi.Jakarta:Penerbit Kencana



Robert,A.Baron,Donn Byrne. Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh. Jakarta:Penerbit Erlangga



Danang Sunyoto.Perilaku Konsumen.Yogyakarta:Penerbit Center Of Academic Publishing Service

























http://indarardini.blogspot.co.id/2013/12/tugas-softskill-manajemen.html 

Friday, 6 November 2015

Teori-teori leadership (definisi dan teori-teori)

Definisi menurut ahli

1. William G. Scott (1962) Kepemimpinan ialah proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.

2. F. A. Nigro (1965) Inti dari kepemimpinan ialah mempengaruhi aktifitas orang lain.

3. F. I. Munson"The Management of Man". Kepemimpinan sebagai kesanggupan atau kemampuan untuk mengatasi orang-orang yang sedemikian rupa agar mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan kemungkinan pergesekan yang sekecil-kecilnya dan sebesar mungkin terjalinnya kerja sama.

4. Ordway Tead (1929) Kepemimpinan sebagai penggabungan perangai yang membuat seseorang mungkin dapat mendorong beberapa pihak lain untuk menyelesaikan pekerjaannya.

5. Hemhill dan Coon (1995) Kepemimpinan merupakan sikap dari seorang individu yang memimpin berbagai kegiatan dari suatu kelompok menuju suatu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama.

6. Rauch dan Behling (1984) Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju arah pencapaian sebuah tujuan.

7. Kartini Kartono (1994 : 48) Kepemimpinan itu karakternya khas, spesifik, dibutuhkan pada satu situasi tertentu. Sebab didalam sebuah kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu & memiliki sebuah tujuan serta berbagai macam peralatan yang khusus. Pemimpin sebuah kelompok dengan ciri-ciri yang karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu.

8. Tannenbaum, Weschler dan Massarik (1961) Kepemimpinan ialah sebuah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan pada keadaan tertentu, serta diarahkan lewat proses komunikasi, menuju arah pencapaian satu tujuan tertentu atau lebih.

9. P. Pigors (1935) Kepemimpinan ialah proses dorong mendorong lewat keberhasilan sebuah interaksi dari berbagai perbedaan individu, mengontrol daya seseorang dalam mengejar tujuan bersama.

10. George R. Terry Kepemimpinan merupakan suatu hubungan yang ada didalam diri seseorang atau pemimpin dan mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan sadar dalam hubungan tugas agar tercapainya sebuah tujuan yang diinginkan.

Jadi, kepemimpinan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dan sanggup untuk mengatasi masalah orang lain serta mendorong seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam kelompok untuk mengejar satu tujuan yang sama.


Teori X dan Y dari McGregor

Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y



Teori ini meyakini bahwa self actualizing adalah konsep yang lebih akurat untuk menerangkan motivasi manusia dan mencoba mengintegrasikannya dengan organisasi.



McGregor : Ada dua asumsi dasar alternatif, yaitu manusia dan pendekatan mereka terhadap pekerjaan. Asumsi tersebut memunculkan teori X dan Y



Teori X : pandangan tradisional tentang motivasi --> pekerjaan yang dibenci oleh karyawan yang harus diberi motivasi dengan reward dan pujian.

Teori Y : pekerja atau orang sudah memiliki motivasi untuk bekerja melakukan pekerjaan dengan baik.



Kesimpulan:

1. Teori X melihat karyawan pada segi pesimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan.

2. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.



Gaya empat system manajemen oleh Rensis Likert

Kepemimpinan merupakan suatu proses yang saling berhubungan dimana seorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai, dan keterampilan invidual dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang berlangsung (Likert, 1961, 1967)

· Sistem 1 (exploitive authoritative),

Artinya kewenangan yang bersifat eksploitatif, atau kewenangan mutlak. Dalam system manajemen semacam ini para pemimpin bersifat otokratis. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas. Tipe kepemimpinan seperti ini hanya mendasarkan azas kehendak atau kemauan sendiri dari para pemimpin.

· Sistem 2 (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati),

Menjalankan dengan kebaikan hati. Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan serta hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

· Sistem 3 (manajer konsultatif),

Dalam manajemen ini para pemimpin pada hakikatnya tidak mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahannya dan biasanya mencoba untuk mempergunakan ide dan pendapat-pendapat bawahannya secara konstruktif (bersifat membangun). Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.

· Sistem 4 (partisipative group/kelompok partisipatif),

Dalam system 4 ini, para pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya dalam semua hal kepada bawahannya, selalu ingin mendapat ide dan pendapat-pendapat dari bawahannya dan mempergunakan secara konstruktif terhadap mereka. Memberikan penghargaan yang bernilai ekonomis berdasarkan atas partisipasi kelopok dan melibatkan dalam bermacam-macam bidang. Melakukan banyak komunikasi baik ke bawah maupun ke atas. Mendorong pengambilan keputusan melalui seluruh jaringan organisasi dan disamping itu mendorong melakukan kegiatan diantara ereka dan dengan bawahannya sebagai suatu kelompok.



Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebaum dan Schmidt

Model Leadership Continuum

Teori ini datang dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) menyatakan bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.

Perilaku otokratis, secara umum bersifat negatif, dimana pemegang kekuasaan atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan.

Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memegang kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.

Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:

a. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).

b. Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).

c. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.

d. Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.

e. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).

f. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.

g. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).



DAFTAR PUSTAKA
Fatah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Hasanah, Uswatun. 2012. “Teori kepemimpinan” (online),http://uswatunhasanahblog.wordpress.com/2012/12/23/teori-kepemimpinan/., diakses Desember 2013

Putro’s, Septianh. 2012. “Teori kepemimpinan” (online)http://septianhputro’s.wordpress.com/2012/01/14/teori-kepimpinan/., diakses Desember 2013

Yahya, Luqman Andi. 2013. “Teori Kepemimpinan kharismatik” (online), http://lebak-kauman.blogspot.com/2013/02/teori-kepemimpinan-kharismatik.html?m=1, diakses Desember 2013

Burhanuddin, Afid. 2014. "Teori-teroi kepemimpinan" (online), https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/01/20/teori-teori-kepemimpinan/, diakses November 2015.

Rahayu, Putri. 2009. "Teori-teori leadership" (online), http://uthie-aja.blogspot.co.id/2009/10/teori-teori-leadership.html, diakses November 2015

Karima, Indina. 2015. "Leadership (kepemimpinan)" (online), https://ihdinakarima.wordpress.com/2015/11/01/leadership-kepemimpinan/, diakses November 2015