Saturday, 11 June 2016

psikoterapi 3


1. Jelaskan metode transaksional analisis dalam penerapan terapinya!


Analisis Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi ini lebih cocok digunakan untuk terapi kelompok. AT berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat putusan-putusan baru.


Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Teori Berne menggunakan beberapa kata utama dan menyajikan suatu kerangka yang bisa dimengerti yang dipelajari dengan mudah. Kata-kata utamanya adalah orang tua, orang dewasa, anak, putusan, putusan ulang, permainan, skenario, pemerasan, dicampuri, pengabaian, dan ciri khas. Karena sifat operasional AT dengan kontraknya, taraf perubahan klien bisa dibentuk.


AT adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, yaitu ego orang tua, ego orang dewasa, dan ego anak. Kondisi ego orang tua (O) atau aslinya disebut oleh Berne dengan exteropsyche adalahprototype yang ditampilkan seseorang seperti layaknya bokap nyokap. Yakni penampilan yang terikat kepada sistem nilai, moral dan serangkaian kepercayaan. Bentuk nyatanya berupa pengontrolan, membimbing, membantu mengarahkan, menasehati, menuntun atau dapat pula mengecam, mengkritik, mengomand, melarang, mencegah atau memerintah. Kondisi ego orang dewasa (D) atau neopsyche adalah reaksi yang bersifat realistis dan logis. Status ego ini sering disebut komplek. Karena bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan hasil pemrosesan informasi dari data dan fakta lapangan. Kondisi ego anak (A) atau archaeopsyche merupakan keadaan dan reaksi emosi yang kadang-kadang adaptif, intuitif, kreatif, dan emosional, tetapi kadang-kadang juga bertindak lepas, ingin terbebas dari pengaruh rang lain.


Tujuan dasar Analisis Transaksional adalah membantu klien dalam membuat putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan-piutusan diri mengenai posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara-cara hidup yang mandul dan deterministik. Inti terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang mengalahkan diri, dengan gaya hidup otonom yang ditandai dengan kesadaran, spontanitas, dan keakraban.


Berne (dalam Corey, 2013) menyatakan bahwa tujuan utama AT adalah pencapaian otonomi yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik, yaitu kesadaran, spontanitas, dan keakraban.


Dalam praktek AT, teknik-teknik dari berbagai sumber, terutama pada terapi Gestalt, memiliki prosedu-prosedur yang mengasikan yang dikawinkan antara analisis transaksional dan terapi gestalt. James dan jongeward dalam (Corey, 2013) menggabungkan konsep-konsep dan proses-proses AT dengan eksperimen-eksperimen gestalt. Dengan pendekatan hubungan itu, ia mendemonstrasikan peluang yang lebih besar untuk mencapai kesadarn diri dan otonomi.


2. Jelaskan perbandingan terapi individu & terapi kelompok!


Terapi individu adalah penanganan klien dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.


Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas sehingga terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik gangguan seperti : gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi, klien dengan perilaku kekerasan atau agresif dan amuk serta menarik diri/isolasi sosial. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak, dapat mendiskusikan masalah-masalah secara kelompok, menggali gaya berkomunikasi, belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah, dan belajar peran di dalam kelompok. Namun, pada terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu : kehidupan pribadi klien tidak terlindungi, klien kesulitan mengungkapkan masalahnya, terapis harus dalam jumlah banyak. Dengan sharing pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapkan klien mampu membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga keterampilan hubungan spasial dapat di tingkatkan untuk diterapkan sehari-hari.

3. Jelaskan metode terapi rasional emotif dalam penerapannya!


Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain. TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik


- Penerapan pada Terapi Individual
TRE yang diterapkan pada penanganan seseorang kepada seseorang pada umumnya dirancang sebagai terapi yang relatif singkat. Ellis (dalam Corey, 2009) menyatakan bahwa orang-orang yang mengalami gangguan-gangguan emosional yang berat sebaiknya menjalani terapi individual maupun kelompok dalamperiode tujuh bulan sampai satu tahun agar mereka memiliki kesempatan untuk mempraktekan apa yang sedang mereka pelajari. Klien mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekankan dan menjabarkan perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis mencari peristiwa-peristiwa pencetus yang mengakibatkan perasaan-perasaan yang membingungkan itu. Terpis juga mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan-kegiatan pekerjaan rumah yang akan membantu klien untuk secara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekan cara-cara hidup yang lebih rasional.
- Penerapan pada Terapi Kelompok
TRE sangat cocok untuk diterapkan pada terapi kelompok karena semua anggota diajari untuk menerapkan prinsip-prinsp TRE pada rekan-rekannya dalam settingkelompok. Mereka memperoleh kesempatan untuk mempraktekan tingkah laku-tingkah laku baru yang melibatkan pengambilan-pengambilan risiko dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan rumah. Ellis (dalam Corey, 2009) mengembangkan suatu bentu terapi kelompok yang dikenal dengan nama A Weekend of Rational Encounter yang memanfaatkan metode-metode dan prinsip-prinsip TRE. TRE memiliki beberapa keterbatasan. Karena pendekatan ini sangat didaktik, terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para kliennya. Terapis TRE mengetahui kapan dia harus dan kapan dia tidak boleh “mendorong” klien. Seorang terapis bisa keliru menggunakan TRE dengan menyempitkan TRE menjadi pemberian metode-metode penyembuhan kilat, yakni dengan menyampaikan kepada para klien apa yang salah dan bagaimana mereka harus mengubahnya.

4.Jelaskan metode terapi perilaku dalam penerapannya!


Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. 


Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku. Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction.


Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.


Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.






Daftar pustaka:
Corey, Gerald. 2009. Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama
Gunarsa, Sanggih. 2007. Konseling dan Terapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia

Nevid, J, S. dkk. 2005. Psikologi abnormal. Jakarta:Erlangga.

Saturday, 14 May 2016

Psikoterapi 2

Psikoterapi 2
1.        Jelaskan metode terapis humanistik eksistensial !
       Metode terapi eksistensial dipelopori oleh Rollo May dengan konsep bahwa manusia bebas memilih apapun yang mereka inginkan. Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

2.        Jelaskan metode terapi psikoanalisa !
       Psikoanalisa secara umum berarti suatu pandangan tentang manusia, dimana  ketidaksadaran memegang peranan sentral. Psikoanalisa memandang kejiwaan manusia sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik. Konflik timbul karena ada dorongan-dorongan yang saling bertentangan, baik dari dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari. Tokoh utama dari psikoanalisa adalah Sigmund Freud. Teori dan teknik Freud yang membuatnya termasyhur adalah upaya penyembuhan mental pasiennya yang dikenal dengan istilah Psychoanalysis dan pandangan mengenai peranan dinamis ketidaksadaran dalam hidup psikis manusia. Psikoanalisa sebagai teori dari psikoterapi menguraikan bahwa gejala neurotik pada seseorang timbul karena tertahannya ketegangan emosi yang ada, ketegangan yang ada kaitannya dengan ingatan mengenai hal-hal yang traumatik pada masa kanak-kanak yang ditekan.  Terapi psikoanalisa adalah teknik pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak disadarinya selama ini. Teknik ini menekankan menggali seluruh informasi permasalahan dan menganalisis setiap kata-kata yang diungkapkan oleh klien. Didalam terapi psikoanalisa ini sangat dibutuhkan sifat dari terapeutik, maksudnya adalah adanya hubungan interpersonal dan kerja sama yang professional antara terapis dan klien, terapis harus bisa menjaga hubungan ini agar klien dapat merasakan kenyamanan, ketenangan dan bisa rileks menceritakan permasalahan serta tujuannya untuk menemui terapis.                                                         Dalam melakukan terapi psikoanalisa ini ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut;
Asosiasi Bebas
Interpretasi atau Penafsiran
Analisis Mimpi
Analisis dan interpretasi resistensi
Analisis dan interpretasi transferensi
       Terapi psikoanalisa ini lebih efektif digunakan untuk mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien. Apalagi terapi ini memiliki dasar teori yang kuat. Terapi ini bisa membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya. Namun terapi ini tetap memiliki kekurangan seperti diperlukan waktu yang panjang dalam melaksanakan terapi, memakan biaya yang banyak, dan memungkinkan klien menjadi jenuh saat terapi.


3.      Jelaskan perbedaan  terapi humanistik ekstensial dengan person centered theraphy (rogers) !
Terapi humanistik eksistensial fokus pada tema penting dari kehidupan dan masalah klien, tetapi penekanannya adalah pada kualitas hubungan terapeutik itu sendiri sebagai agen penting dari perubahan. Tugas psikoterapi eksistensial adalah menantang klien untuk memeriksa kehidupan mereka dan mempertimbangkan bagaimana kebebasan mereka terganggu. Yang membantu mereka untuk menghilangkan hambatan, meningkatkan rasa pilihan mereka, dan mengerahkan keinginan mereka.
Psikoterapi eksistensial berusaha untuk memahami makna yang unik dari sudut pandang pengalaman klien yang subjektif dari dalam diri individu atau dunia saat fenomenologisnya.
Centered Theraphy sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception). Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Oleh karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.
Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam. pendidikan konselor. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan resfek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran.
4.      Jelaskan teknik dari logoterapi (frankl) yang dilakukan di Indonesia dan mengapa menggunakan teknik tersebut?
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan logoterapi. Tujuan logoterapi agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.

Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yaitu:
1. Keinginan Akan Makna
Istilah tema utama logoterapi adalah karakteristik eksitensi manusia, dengan makna hidup sebagai inti teori. Menurut Frankl yang paling dicari dan diinginkan manusia dalam hidupnya adalah makna, yaitu makna yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang ataupun dalam penderitaan. 
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama
kepribadian manusia (Frankl, 1977). Sebutan the will to meaning sengaja dibedakan
Frankl dengan sebutan the drive to meaning karena makna dan nilai-nilai hidup tidak
mendorong (to push, to drive) tetapi seakan-akan menarik (to pull) dan menawar (to
offer) manusia untuk memenuhi kenyataan hidup, yang menurutnya pula tidaklah
menyediakan keseimbangan tanpa tegangan, tetapi justru menawarkan suatu tegangan
khusus, yaitu tegangan kenyataan diri pada waktu sekarang dan makna-makna yang harus
dipenuhi: Bring us to Meaning. Diantara kedua hal itulah proses pengembangan pribadi
berlangsung.
2. Kebebasan Berkeinginan
Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will), mengacu pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural. Kualitas ini adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap berbagai kondisi lingkungan, melainkan juga kondisi diri sendiri (self-detachment). Dalam pandangan logoterapi, kebebasan disini adalah kebebasan yang bertanggung jawab agar tidak berkembang menjadi kesewenangan.
3. Makna Hidup
Konsep makna hidup adalah hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia (happiness).
Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yang potensial bermakna, akan tetapi kembali kepada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya.
Makna yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi. Bukan orang lain atau sesuatu yang lain, bukan orang tua, teman, atau bangsa yang dapat memberi kita pengertian tentang arti dan maksud dalam hidup kita.

Menurut Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia. Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna dari dunia yang kacau. Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah menyampaikan kepada Konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa Konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu.

Sumber :
Abidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.

Corey, G. (1995). Terapi dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Eresku.

Palmer, Stephen. (2011). Konseling Psikoterapi diterjemahkan dari Introduction to Counselling and Psychotherapy. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Prihatiningsih, Dwi. “Psikoterapi 2.” 15 Mei 2016.
http://prihatiningsihdwi.blogspot.co.id/2016/05/psikoterapi-2.html

Friday, 18 March 2016

Tugas Softskill Psikoterapi



1. PENGERTIAN PSIKOTERAPI

Secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni "psyche" yang artinya jiwa dan "therapy" yang berarti "merawat, mengobati, menyembuhkan". Menurut Wolberg (1954), psikoterapi adalah suatu bentuk dari perawatan (treatment) terhadap masalah-masalah yang dasarnya emosi, dimana seseorang yang terlatih dengan seksama membentuk hubungan profesional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah atau mencegah munculnya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan pola-pola perilaku yang terhambat. Corsini (1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa psikoterapi adalah merawat, menyembuhkan atau memperbaiki aspek masalah tentang kejiwaan.


2. TUJUAN DAN CONTOH PSIKOTERAPI

Tujuan psikoterapi adalah untuk memberikan dukungan kepada pasien dalam menanggulangi penyakit yang kronis, selain itu adalah dapat ditujukan juga untuk mengurangi atau mencegah pengalaman-pengalaman yang menimbulkan stress, yang dapat mempercepat gangguan bipolar. Selain uraian diatas, terdapat pandangan lainya mengenai tujuan psikoterapi itu sendiri, selain menghilangkan gejala penyakit atau meminimalisasi pengaruh daripada penyakit tersebut, tujuan lain dari psikoterapi adalah berkaitan dengan model kehidupan dan kebersamaan yang dilalui oleh anggota kelompok, yakni membuat mereka mampu kembali ke kehidupan masyarakatnya (Taufiq, 2007). Bila disimpulkan maka tujuan psikoterapi:


-Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi). 


-Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat).


-Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk di jangka panjang.


-Restrukturisasi (meningkatkan perubahan yang terus menerus kepada pasien).


3. PERBEDAAN PSIKOTERAPI DENGAN KONSELING

Dalam pendekatan pemberian bantuan, psikoterapi memberikan pemahaman secara rekonstruksi sedangkan konseling memberikan pemahaman secara reedukatif dan pemberian dorongan. Dilihat dari intensitas masalah, psikoterapi memiliki problem yang berat: konflik yang serius, gangguan perasaan. Individu kurang normal, konflik interpersonal yang mendalam, orang mengalami tekanan emosional yang kritis. Sedangkan pada konseling, memiliki problem yang ringan: ketidakmatangan, ketidakstabilan emosional, dll. Individu normal, peran dalam kehidupan, kecemasan normal dan krisis situasional dalam sehari-hari.


Pada cara penanganan, psikoterapi berorientasi pada terapi, menggunakan teknik yang spesifik dengan psikoanalisis/behavioristik dan penangan medis. Sedangkan pada konseling lebih berorientasi pada klien, mementingkan hubungan dengan pendekatan humanistik.

4. BENTUK-BENTUK TERAPI

Bentuk utama Terapi menurut Wolberg (1967), yaitu:


- Supportive Therapy

Terapi yang bertujuan untuk memperkuat benteng pertahanan diri, memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi kepribadian serta mengembalikan pada penyesuaian diri yang seimbang.

Cara atau pendekatan: bimbingan, katarsis emosional, hipnosis, manipulasi lingkungan, terapi kelompok, dll.

- Reeducative Therapy:

Terapi yang bertujuan untuk mewujudkan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran atau tujuan hidup dan menghidupkan potensi kreatif.
Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.

- Reconstructive Therapy:
Terapi yang bertujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik-konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan mengembangkan potensi penyesuaian yang baru.
Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.


Friday, 15 January 2016

Pertemuan ke-13 (Sikap dan Kepuasan Kerja)



Pengertian Sikap

Menurut Gibson (1997), sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

Menurut Sada (2000), sikap adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan.

Menurut Robbins dan Judge (2008), sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenankan, terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu.

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap adalah perasaan atau keadaan mental yang disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman sebagai respon seseorang terhadap objek, individu atau peristiwa.

2. Komponen Sikap

Menurut Robbins dan Judge (2008), sikap memiliki beberapa komponen, yaitu:

a.Komponen Kognitif

Segmen opini atau keyakinan dari sikap. Komponen kognitif adalah komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap.

b.Komponen Afektif

Segmen emosional atau perasaan dari sikap. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif.

c. Komponen Perilaku

Komponen perilaku yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Berarti juga sebagai niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Kerja

Sikap kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekstrnal dari orang yang bersangkutan. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri, meliputi emosional, psikologis terhadap pekerjaan, kedekatan dengan rekan kerja, dan kenyamanan yang tercipta dari diri sendiri. Faktor eksternal merupakan faktor dari luar atau faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor eksternal juga sangat berperan dalam pembentukan sikap seseorang. Faktor ini meliputi kondisi pekerjaan, hubungan kerja, rasa aman, lingkungan kerja, dan fasilitas dalam bekerja. Semakin tinggi tingkat kenyamanan seseorang ketika bekerja maka sikap kerja positif yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Menurut Blum and Naylor (Aniek, 2005) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap kerja, diantaranya:

1.Kondisi Kerja

Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Karena dengan adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.

2. Pengawasan Atasan

Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.

3. Kerja sama dari teman sekerja

Adanya teman sekerja yang dapat berkerjasama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

4.Keamanan

Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam pekerjaan.

5. Kesempatan untuk maju

Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.

6. Fasilitas kerja

Tersedianya fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan karyawan dalam pekerjaannya.

7. Upah atau Gaji

Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang dapat mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.



1. Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut Siegel dan Lane (dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerjaan seseorang sebagai pencapaian atau memungkinkan pencapaian nilai-nilai pekerjaan seseorang yang penting, pemberian nilai-nilai ini adalah sebanding dengan atau membantu memenuhi kebutuhan dasar seseorang. Pada definisi tersebut dapat disimpulkan terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan dasar.

Menurut Howel dan Dipboye (dalam Munandar, 2001) kepuasan kerja adalah hasil keseluruhan dari derajat rasa suka dan tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari kehidupannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.

Keith Davis dalam (Indy & Handoyo, 2013) kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya.

Wexley & Yulk (Indy & Handoyo, 2013) kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya.

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian seseorang terhadap rasa suka dan tidak sukanya tenaga kerja dalam mengerjakan pekerjaannya.

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kepuasan Kerja

Menurut Munandar (2001) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasakan kepuasan kerja, yaitu :

a. Ciri-ciri instrinsik pekerjaan

Menurut Locke terdapat lima ciri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut adalah: 
Keragaman keterampilan. Banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. 
Jati diri tugas. Sejauh mana tugas merupakan suatu kegiatan keseluruhan yang berarti. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri akan menimbulkan rasa tidak puas. 
Tugas yang penting. rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. 
Pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. 
Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan kepuasan kerja. 

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Therialut, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.

Dengan menggunakan teori keadilan dari Adams dilakukan berbagai penelitian dan salah satu hasilnya ialah bahwa orang-orang yang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan. Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.

b. Penyeliaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ada satu ciri kepemimpinan yang secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu penenggangan rasa. Menurut Locke terdapat dua jenis hubungan dari atasan-bawahan yaitu hubungan fusngsional yang mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Dan hubungan keseluruhan yang didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai serupa. Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan adalah positif.

c. Rekan-rekan sejawat yang menunjang

Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitannya dengan pekerjaan lain. terhadi diferensiasi pekerjaan mendatar dan tegak. Terdapat tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukan berupa bahan dalam bentuk tertenntu dari tenaga kerja lain. keluarannya yaitu barang setengah jadi menjadi masukan untuk tenaga kerja lainnya. Hubungan yanng ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak, yang bercorak fungsional. Kejengkelan timbul jika masukan yang diterima tidak memenuhi mutu dan tidak memenuhi jumlah yang ditentukan. Namun terdapat juga satuan tenaga kerja yang para tenaga kerjanya masing-masing memiliki tugas yang dapat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan suatu pekerjaan. Pada jenis pekerjaan tersebut teman sejawat yang bekerja dalam ruangan yang sama memberikan kepuasan terhadap kebutuhan sosial masing-masing.

Didalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tingi mereka seperti kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisai diri dapat terpenuhi, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.

d. Kondisi kerja yang menunjang

Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alasan untuk sering keluar ruang kerjanya. Perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk dengan peralatan kerja yang enak untuk digunakan, meja dan kursi kerja yang dapat diatur tinggi-rendahn, miring-tegak duduknya. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja yang seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.

Menurut Smith, Kendal dan Hulin (dalam Almigo, 2004) terdapat lima karakteristik yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

a. Pekerjaan

Sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan mnerima tanggung jawab.

b. Upah atau gaji

Jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari upah atau gaji.

c. Penyelia atau pengawasan kerja

Kemampuan penyelia untuk membantu dan mendukung pekerjaan.

d. Kesempatan promosi

Kesempatan untuk maju dalam perusahaan. Seperti kenaikan jabatan.

e. Rekan kerja

Sejauh mana rekan kerja bersahabat dan berkompeten.

3. Dampak dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Menurut Munandar (2001) terdapat beberapa dampak dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja, yaitu :

a.Dampak terhadap produktivitas

Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja memersepsikan bahwa ganjaran instrinsik seperti rasa telah mencapai sesuatu dan ganjaran ekstrinsik seperti gaji yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak memersepsikan ganjaran instrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.

b. Dampak dalam ketidakhadiran (Abstainteisme) dan keluarnya tenaga kerja (Turnover)

Porter dan Steer (dalam Munandar, 2001) berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan berhenti kerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lainhanya dengan berhenti kerja atau keluar dari pekerjaan dimana perilaku ini akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar hubungannya dengan ketidakpuasan kerja.

c. Dampak terhadap kesehatan

Ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi panjang umur atau rentang kehidupan. Menurut Kornhauser tantang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah bahwa untuk semua tingkatan, jabatan, persepsi dan tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor-skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan.


Friday, 8 January 2016

JOB ENRICHMENT (Tugas Minggu ke-12)


Pengertian Job Enrichment


Job enrichment merupakan suatu pendekatan untuk merancang kembali pekerjaan guna meningkatkan motivasi instrinsik dan meningkatkan kepuasaan kerja. Pekerja diberikan kekuasaan atas pekerjaannya, mereka dapat membuat pekerjaan mereka menjadi lebih terspesialisir dan sederhana.
Dari hal tersebut pekerja dapat mengembangkan kecakapan yang mereka miliki. Selain itu, job enrichment mampu membuat pekerja menjadi termotivasi agar berhasil dalam mencapai kepuasaan kerja. Sebab dalam job enrichment disini pekerja melakukan pekerjaan dengan kemampuan mereka sendiri.
Namun, tidak semua dapat melakukan job enrichment karena untuk dapat melaksanakan job enrichment pekerja diharapkan memiliki tanggung jawab. Bila mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawab ini tentu semua pekerjaan tidak dapat berjalan baik. Misalnya saja dalam tahapan merancang kembali pekerjaan disini dituntut adanya kreativitas dari pekerja. Agar pekerjaan yang dilakukan dapat terlihat menjadi lebih besar, bervariasi, dan kecakapan lebih luas. Dari situ pekerja juga dapat mengoreksi pekerjaannnya sendiri. Karena dalam job enrichment dituntut kemampuan dari para pekerja sehingga mampu memotivasi secara instrinsik, maka kemungkinan absensi dan perpindahan kerja akan berkurang. Adanya motivasi tersebut membuat pekerja ingin melakukan yang terbaik bagi pekerjaannya.

Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment

1. menggabunkan beberpa pekerjaan menjadi satu
a.  Menjadi lebih besar
b.  Lebih bervariasi
c.  Kecakapan lebih luas
2.Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.
3.Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
a.  Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri
4.Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
a.   Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
5Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
a. Pekerja dapat memonitor koreksi diri.

   

Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment


A.    Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.
B.     Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
C.     Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:
a.       Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
b.      Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
c.       Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
d.      Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
e.       Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.

Kesimpulan, Job enrichment merupakan perancangan ulang dengan tujuan untuk meningkatan kinerja dan motivasi para pekerja. Job enrichmet pun mencerminkan struktur perusahaan karena dengan dilakukannya job enrichment ini berarti perusahaan tersebut selalu mengevauasi kinerja staf-staf nya, hal ini pun berdampak kepada para pegawai agar terus mengevaluasi diri untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan. langkah-langkah melakukan job enrichment ada lima point dalam point bertama ada tiga bagian lagi, seperti yang kita tau pasti sangat membosankan menjalani rutinitas didepan komputer berjam-jam, tetapi karena job enrichment memberikan untuk bervariasi hal ini membuat pegawai akan merasa sedikit mengalami perubahan mood, karena mereka tidak lagi menjalani rutinitas yang sama setiap harinya. tetapi perlu ditelususri kembali dan disesuaikan dengan cultur dan karateristik dari pegawai itu sendiri.

Daftar Pustaka
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Wirawan, Sarlito. (2005).Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta :Balai Pustaka.

Saturday, 2 January 2016

Softskill Mingu ke-10 (Motivasi)



Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Manusia adalah makhluk yang unik, dimana setiap makhluk tersebut mempunyai tingkat kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. .Maslow (1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan dicapai sebagai berikut:

  1. Kebutuhan Fisiologi
Merupakan kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.

  1. Kebutuhan Keamanan
Yang termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut dan ancaman.
  1. Kebutuhan Sosial
Yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
  1. Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori. Pertama adalah kebutuhan terhadap kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi keyakinan serta kebebasan. Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, status, keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
  1. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang unik. Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara memuaskan. Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi diri.

Kebutuhan yang Relevan dengan Perilaku dalam Organisasi
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut:
  1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar.
  2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
  3. Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
  4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
  5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu