Saturday, 7 December 2013

Analisis Unsur Intrinsik Novel "9 matahari"



9 Matahari

Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang diberikan akal dan hati untuk menciptakan ide-ide yang bermanfaat bagi orang lain. Tidak hanya sekolah sebagai media untuk belajar, tetapi juga ada yang lebih hebat dari pembelajaran di sekolah, yaitu pelajaran kehidupan.

Pada zaman sekarang banyak orang-orang yang sukses. Kunci kesuksesan bukan hanya pintar, tetapi rasa optimis harus ada dalam membangun kesuksesan. Hal yang membuat kita bisa bangkit dari keterpurukan adalah optimis dan selalu penuh dengan kerja keras. Rasa optimisme dalam hal belajar adalah sesuatu hal yang baik, apalagi dikombinasikan dengan kesabaran, ikhtiar dan tawakal.

Berdasarkan pernyataan di atas maka saya memilih untuk menganalisis unsur intrinsik novel “9 matahari” karya Yuli Anita dengan mengangkat tema “optimisme”.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.    Apa saja unsur intrinsik yang terdapat pada novel “9 matahari”?
2.    Bagaimana karakter tokoh pada novel “9 matahari”?
3.    Alur apa yang digunakan dalam novel “9 matahari”?
4.    Latar apa saja yang digunakan penulis dalam cerita “9 matahari”?
5.    Apa amanat yang terkandung dalam cerita “9matahari”? yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca?

Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1.    Untuk mengetahui  unsur intrinsik pada novel “9 matahari”
2.    Untuk menetahui karakter tokoh pada novel “9 matahari”
3.    Untuk mengetahui alur apa yang digunakan dalam novel “9 matahari”
4.    Untuk mengetahui latar apa saja yang digunakan
5.    Utuk mengetahui amanat yang terkandung pada novel “9 matahari”

Manfaat Makalah
1.    Dapat dijadikan motivasi bagi para masyarakat khususnya pelajar dalam menghadapi masalah dalam hal pendidikan
2.    Dapat dijadikan contoh untuk para pelajar lainnya dalam menentukan unsur intrinsik pada sebuah novel
Tema: Optimisme



Optimisme merupakan harapan yang selalu mengarah kepada kebaikan (KLBI: 414). Harapan telah mengarah kepada jiwa manusia sejak lahir. Ini dibuktikan dengan semakin majunya peradaban manusia dari masa-ke masa.

Pada novel “9 matahari” kita dapat melihat banyak sekali kata-kata yang diucapkan tokoh dalam hal optimis. Pernyataan tersebut telah dibuktikan dalam novel ini. Dimulai dari kesungguhan seorang anak yang ingin melanjutkan sekolah dari tingkat SMA menuju perkuliahan dengan biaya yang minim (Yuli Anita, 9 marahari: hal 2). Keinginan yang besar dalam menggapai cita-cita sempat terkubur karena tidak adanya biaya dan kurangnya dukungan dari orang tua (Ayah).

Optimisme yang dimiliki oleh tokoh, yaitu Matari Anas (Yuli Anita, 9 marahari: hal 10) dalam hal mencari uang untuk biaya kuliahnya. Matari yang begitu optimis dalam membangun cita-citanya terlihat dari kutipan berikut: “Kenapa hanya makanku yang aku pikirkan? Pernah kebayang bagaimana keinginan besar aku untuk kuliah, punya mimpi yang sama dengan orang lain? Aku ingin jadi sarjana.” ‘kan bisa sambil jalan, kita harus Optimis.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 3).
Sejak saat itu Kak Hera, kakak dari Matari Anas mencari dana kesana kemari demi sekolah yang diinginkan adiknya. Mulai dari keluarga terdekat, tetangga, bahkanteman tidak dari  Ayah dan Ibu mereka, semuanya tidak luput dari pencarian kakak dan adik untuk meminjam uang.

Dengan sikap yang optimis, maka dana yang terkumpul kemudian dicatat dibuku hutang pun berjumlah 3 juta (Yuli Anita, 9 marahari: hal 6).
Berkat optimis dan kerja keras Matari Anas akhirnya dia dapat melanjutkan sekolahnya di universitas Panaitan jurusan yang dia inginkan dan idam-idamkan yaitu Ilmu Komunikasi (Yuli Anita, 9 marahari: hal 8) dan yang dia masuki adalah program ekstensi.

Tempat kuliahnya yang jauh dari pusat kampus, yaitu di tengah kota Dago dan pusat kuliahnya terletak di dekat kota Sumedang. Ruang kelas yang kecil, bahkan lebih kecil dari sekolah SD nya. Hanya ada 5 ruang sebesar 6 x 10 meter: 1 aula, 1 Mushalla, 1 ruang petinggi (Yuli Anita, 9 marahari: hal 8).

Matari memang anak yang mempunyai keinginan dan tekad yang kuat dalam meraih cita-cita sebagai sarjana. Sekolah yang jauh dari tempatnya berada, yaitu Jakarta tepatnya tinggal di Gang Langgar, Rawa Bugel, sebuah daerah di perbatasan utara dan barat kota Jakarta. Dekat bandar udara internasional, Cengkareng, dan Teluk Jakarta (Yuli Anita, 9 marahari: hal 13).

Tempat yang kecil tidak menyulutkan keinginan Matari untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai perkembangan dunia, karena Matari merasa hanya bisa menjadi penonton (Yuli Anita, 9 marahari: hal 14). Matari sudah mulai gelisah dan segaera ingin ber-hijrah dari rumah yang ditempatinya, karena penduduknya yang berjubel, suasana rumah yang sudah tidak nyaman, dan kondisi yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditempati.

Dari cerita di atas kita bisa mengetahui bahwa sekolah yang jauh bukan menjadi penghalang untuk menciptakan cita-cita. Rasa dan sikap optimis telah mengalahkan rasa pesimisme dalam jiwa manusia. Seharusnya orang yang memiliki banyak kecukupan dalam hal materi bisa memakai peluangnya untuk bersekolah yang tinggi. “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”, itulah yang dikatakan oleh Ir. Soekarno.



























Tokoh dan Penokohan

Pada novel “9 matahari” banyak sekali tokoh yang dibicarakan. Tetapi yang menjadi sorotan utama akan saya bahas kali ini.

Matari Anas merupakan tokoh utama dalam novel ini. Matari merupakan anak yang sejak dulu punya begitu banyak keinginan dan ingin berkembang  (Yuli Anita, 9 marahari: hal 10). Matari berkeinginan untuk les dan mengikuti bimbingan belajar, tidak hanya bimbingan belajar tetapi mengikuti les piano. Namun keinginan tersebut hanya satu yang terpenuhi yaitu bimbingan belajar, karena keterbatasan biaya. Keinginan untuk kuliah diBandung telah di cita-citakannya sejak SMP. Sikap tekad dan otimis Matari tertulis dalam hati kecilnya, hal ini terlihat dalam kutipan: “....bahwa aku akan ingin tetap bertahan di kota Bandung ini untuk tetap kuliah. Aku sangat yakin bahwa diriku ini akan menemukan sebuah kesempatan besar sebentar lagi. Yaa...sebentar lagi.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 21).

Perang batin yang dialami Matari muncul. Ditengah krisis keuangan dan fisik Matari yang lemah menuntutnya untuk memakai tongkat untuk pergi ke kampus. Uang dan yang dikirimkan oleh tanteku mulai tidak pasti. Matari menemukan kejanggalan,m dan setelah diselidiki ternyata uang tersebut hasil selingkuhannya dengan pria. Ini dibuktikan dalam kutipan: “Aku merasakan perang batin yang amat sangat. Aku jadi merasa begitu nista. Haruskah aku mempertahankan ini semua? Aku memperjuangkan impianku disebuah area abu-abu. Tanteku yang sudah berumah tangga berselingkuh, dalam kacamataku adalah sebuah perdebatan yang salah. Entah apa alasannya, tetapi buatku hal itu melanggar nilai kesetiaan. Aku merasakan idealismeku terinjak-injak.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 23).
Akhirnya Matari keluar dari lingkaran setan dan mencoba untuk mencari uang sendiri. Meski sulit, namun itu adalah satu-satunya jalan terbaik untuk menyelesaikan semua dosa-dosa dan menghapusnya.

Yati Ayati adalah Ibu dari Matari Anas. Beliau merupakan sunda tokoh yang dibuktikan dengan pengulangan kata pada namanya. Tutur katanya halus jika hendak menyampaikan sesuatu. Beliau juga orangnya rajin dibuktikan dengan kutipan: “Ibu rajin sekali mengururs rumah tangga dan membuat kue-kue tradisional.” Ibu Yati adalah Ibu yang begitu perhatian kepada anaknya, ini dibuktikan dengan kutipan berikut: “Jangan lupa sarapan atau minum teh manis biar perut hangat. Kamu ‘kan gampang masuk angin.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 12).

Bapak Matari Anas atau dengan dengan nama asli Brian Anas adalah seorang Ayah yang keras, bicaranya cepat, senang sekali menceritakan sejarah dan ilmu bumi (Yuli Anita, 9 marahari: hal 11-12). Bapakku menjadi sangat emosional ketika disingung mengenai pekerjaannya dan menyinggung perasaanku ketika berbicara ,asalah kuliahku (Yuli Anita, 9 marahari: hal 42).

Kak Hera adalah kakak dari Matari Anas. Usia mereka beranjak 4 tahun. Dia tekun, rajin menabung, dan hafalannya cepat sekali. Kak Hera adalah seorang yang tomboy, terlihat dalam kutipan: “Sikapnya acuh, juga terlihat judes. Ia suka Guns N’ Roses, sementara aku suka Eric Clapton.

Saska. Ia cantik sekali. Rambutnya panjang dan lurus, pakaiannya sangat padu padan dengan sepatunya. Kelihatannya dia orang yang cerdas (Yuli Anita, 9 marahari: hal 48).

Sansan adalah teman dari Matari Anas yang begitu baik. Dia telah berkali-kali membantu Matari ketika Matari kehabisan uang untuk membayar uang kost. Nama sebenarnya adalah sania Kantawinata. Orangnya cukup mampu untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, papinya yang seorang manajer disebuah perusahaan costumer goods tersandung kasus akibat perbuatan anak buahnya dan satu tim dirumahkan (Yuli Anita, 9 marahari: hal 158).

Nita adalah mahasiswa di jurusan Biologi IGB. Dia cantik, menarik, apa adanya, dan tomboy. Dia juga suka sekali dengan outdor activites (Yuli Anita, 9 marahari: hal 213). Dia juga suka menyelam dan mempunyai peliharaan ikan yang banyak.

Arga Panaitan
Dia adalah teman baik Matari yang Matari kagumi. Dia adalah seorang pekerja yang kreatif dan bekerja di CTV (Campus TV). “Arga tidak hanya kreatif, tapi dia memahami proses belajar alamiah, berpikir, berkreasi, berimajinasi, mengapresiasi, dan menyatukan memori dan menghafalnya” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 217). Perekonomian keluarganya hampir lumpuh karena ayahnya. Mobil putihnya menjadi icon anak kampus, termasuk aku (Matari).

Medi Indrianto
Mas Medi. Begitu kami memanggilnya. Dia seorang arsitek yang sudah 2 tahun memilih untuk tidak bekerja pada orang lain. Mas Medi mempunyai jiwa kepemimpinan dan semangat wirausahawan, terlihat dalam kutipan berikut: “ Jiwa kepemimpinan dan semangat wirausahanya yang tinggi, membuat ia menghanyutkan keinginannya bekerja pada orang lain.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 219).

Genta Kaligis
Dia adalah mantan penyiar kampus dan dia adalah orang yang paling mengedepankan gaya diantara sahabat Matari. Genta mempunyai hobi yang konstan, seringkali Genta mempunyai penghasilan dari hobinya, yaitu memotret dan mendokumentasikan dengan menggunakan SLR. Ini terungkap dalam kutipan berikut: “Ia hobi sekali memotret dan mendokumentasikan segala sesuatu dengan kamera SLR miliknya. Kamera yang juga jadi sumber penghasilannya karena sering disewakan untuk dokumentasi acara-acara yang diselenggarakan di kampus.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 270).

Muhammad Kaisar
Muhammad Kaisar biasa dipanggil Ikal adalah orang yang rapih dan teratur. Orang yang merencanakan segala sesuatu dengan matang dia lah orangnya. Dia orang yang tekun, terlihat dalam kutipan berikut: “....ia tergabung dalam sebuah kesenian budaya angklung, sebuah komunitas yang kemudian berkat ketekunan dan niatnya begitu besar memajukan lingkungan tatar Sunda, mampu membawanya keliling Eropa untuk mempromosikan kesenian Sunda, mampu membaginya keliling Eropa untuk mempromosikan kesenian Sunda.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 222).

Arga Panuntun, Medi Indrianto, Genta Kaligis, dan Muhammad Kaisar adalah empat serangkai yang menjadi teman Matari. Mereka semua berkantor di seberang kampus IGB (Institut Ganesha Bandung), yaitu CTV.

Tokoh yang jarang atau sedikit diceritakan adalah tokoh lataran. Tokoh ini hanya berfungsi sebagai latar cerita saja. Walaupun tokoh lataran sangat sedikit dalam bercerita, namun kehadirannya mempunyai peranan penting.

Tokoh lataran diantaranya adalah:
Shinta yang pengetahuannya luas (Yuli Anita, 9 marahari: hal 17), Suriman yang rajin dan pintar sekali (Yuli Anita, 9 marahari: hal 17), Elis Kartika yang mempunyai logat Sunda yang kental (Yuli Anita, 9 marahari: hal 49), Drs. Gani Prmudya, M.Si. Dosen Unpan (Yuli Anita, 9 marahari: hal 50). Pak Hanif, Tomi, Alfa, Kang Danu, Abdul, Pak Wanisar, Pak Ageng, Ibu Putri Ningsih,, Mirna, Mbak Lena, Mami Hesti, Arva, Pandu, Tante Erna, Om Nirwan, Arga, dan Kak Deva





Latar

Setiap cerita pasti mempunyai latar. Latar terbagi menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Begitu pula dalam cerita pada novel “9 matahari”. Cerita pada novel ini menggunakan latar tempat rumah, universitas, dan Bandung. Rumah menjadi tempat pertama yang diceritakan, seperti dalam kutipan berikut: ”Kami tinggal di Gang Langgar, Rawa Bugel. Sebuah daerah di perbatasan utara dan barat kota Jakarta.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 13). Tidak hanya di rumah sebagai tempat, tetapi kamar Matari di Bandung juga diceritakan, seperti kutipan berikut: “Radio di kamarku sudah mulai terdegar berisik.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 43).

Latar tempat yang digunakan pengarang yaitu Universitas. Universitas  yang digunakan adalah Universitas Panaitan (Unpan). Disebutkan Matari, pertama kali ketika dirinya mencoba ujian UMPTN dan Matari diterima. Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut: “Bulan lalu Aku melihat pengumuman, Universitas Panaitan (Unpan) membuka pendaftaran untuk program ekstensi...” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 34). Lingkungan kampus menjadi sorotan juga. Pembaca menjadi dan terbawa oleh suasana oleh imajinasi yang nyata dan mendetail. Hal ini terlampir dalam kutipan berikut: “Hari itu pukul 7.15, Aku sudah sampai di kampusku. Suasananya masih sepi. Aku memperhatikan disekelilingku. Hanya butuh waktu 10 menit saja untuk menghafalkan kelas, ruangan, dan segalanya yang ada di sana.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 56).

Latar tempat yang ketiga adalah Bandung. Dibuktikan dengan tempat-tempat yang diceritakan oleh pengarang kepada pembaca. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut: “Tapi kalau kamu butuh sharing, Mami adalah orang tua terdekat kamu di Bandung ini, sayang.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 184).

Sedangkan latar waktu yang digunakan oleh pengarang dalam novel “9matahari” adalah kampus. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut: “Sudah pukul 8.45, tapi belum ada tanda-tanda kelas akan dimulai.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 50). Tidak hamya di kampus, Dago pun menjadi latar waktu. Ketika Matari mempunyai masalah dia berdoa kepada tuhan pada malam hari, seperti di dalam kutipan berikut ini: “Malam itu, aku bercakap-cakap lebih lama dengan tuhanku.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 185).

Latar suasana yang digunakan dalam novel “9 matahari” yaitu rasa optimisme yang kuat, rasa percaya diri yang hebat, dan semangat juang yang tinggi. Optimis bahwa dirinya bisa bersekolah hingga S1, percaya bahwa cobaan-cobaan yang dihadapi akan cepat berlalu, dan semangatnya untuk mencapai cita-cita. Semua terlihat pada kutipan berikut: “Tapi yang pasti, aku tidak mau jadi buruh pabrik seperti bapakku. Atau....kalau aku menjadi seorang ibu, aku bisa menjadi ibu yang pintar berbisnis, mengajar, menulis, dan aktifitas lainnya yang tetap bisa memberdayakan diriku menjadi seorang wanita yang berguna bagi orang-orang di sekelilingku. Aku ingin menjadi seorang. Aku ingin dunia melihat bahwa aku ada! Dengan impianku...ya, kuliah aku pasti bisa melihat dunia atau bahkan menjadi dunia bagi orang lain.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 39).


























Amanat

Amanat yang terkandung dalam novel “9 matahari” yaitu kejarlah cita-cita dan dapatkan cita-cita itu dengan optimis, sabar, dan ikhtiar sehingga cita-cita tersebut dapat diraih dengan rasa puas. Sangat miris sekali melihat pendidikan yang ada di sekitar kita, terutama teman-teman kita yang mempunyai biaya yang cukup untuk sekolah tapi sering membolos dan malas untuk pergi ke sekolah. Melihat Matari yang begitu semangatnya untuk mendapatkan sekolah yang tinggi membangkitkan rasa optimisme kita dalam meraih sebuah ilmu.

Kekurangan biaya bukanlah hal yang menjadi penghalang untuk mencari sebuah ilmu, mungkin bukan sebuah ilmu tetapi tepatnya berjuta-juta ilmu. Selama ada kemauan, usaha dan dibantu oleh do’a, maka usaha kita tidak sia-sia dan tidak hanyacita-cita yang kita dapat, tetapi juga pahala yang diberikan Allah SWT kepada kita.

Kesabaran juga menjadi faktor pendorong untuk meraih kesuksesan dan cita-cita. Orang yang sabar adalah pemenang yang finish nya terakhir disaat yang lain finish lebih dahulu dengan penuh emosi. Sabar dan bertawakal, insya Allah dimudahkan dalam segala usaha.

Dalam segala urusan, masalah, dan hal-hal yang membuat kita merasa pusing dalam menghadapi kehidupan maka keluarga, kerja sama, persaudaraan, dan saling membantu adalah kunci untuk keluar dari segala masalah yang kita hadapi.

















Daftar Pustaka

Sofiyah Ramdhani E.S. 2004. Kamus Lengakap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar

Anita Yuli. 2008. 9 matahari. Jakarta: PT Grasindo













                               







Sudut Pandang

Sudut pandang dalam sebuah cerita terbagi beberapa, yaitu orang pertama pelaku utama, orang ketiga pelaku sampingan, dan orang ketiga serba tahu. Di dalam novel “9 matahari” menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama, cirinya adalah si pelaku menggunakan kata “Aku”. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut: “Sayang kebanyakan orang hanya memandang aku sebagai bagian dari sisi gempita itu. Ingin rasanya mengundurkan diri dari dunia gempita itu, tapi selanjutnya aku kerja apa? Aku belum tahu seorang Tari ini mempunyai kemampuan apa lagi.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 146)

Ketika Matari mengingat masa lalunya, Matari selalu berbicara dalam jiwanya. Ini terbukti dengan kutipan beriku ini: “Aku seperti baru kembali dari sebuah perjalanan panjang. Aku tersedak, batuk-batuk.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 63). Kalimat “Aku” dalam novel “9 matahari” sangat banyak yang tertuang. Perang batin yang panjang membuat pelaku menjadi lebih hidup dan berwarna.