9
Matahari
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk yang diberikan akal dan hati untuk menciptakan ide-ide yang
bermanfaat bagi orang lain. Tidak hanya sekolah sebagai media untuk belajar,
tetapi juga ada yang lebih hebat dari pembelajaran di sekolah, yaitu pelajaran
kehidupan.
Pada
zaman sekarang banyak orang-orang yang sukses. Kunci kesuksesan bukan hanya
pintar, tetapi rasa optimis harus ada dalam membangun kesuksesan. Hal yang
membuat kita bisa bangkit dari keterpurukan adalah optimis dan selalu penuh
dengan kerja keras. Rasa optimisme dalam hal belajar adalah sesuatu hal yang
baik, apalagi dikombinasikan dengan kesabaran, ikhtiar dan tawakal.
Berdasarkan
pernyataan di atas maka saya memilih untuk menganalisis unsur intrinsik novel
“9 matahari” karya Yuli Anita dengan mengangkat tema “optimisme”.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.
Apa saja unsur intrinsik yang
terdapat pada novel “9 matahari”?
2.
Bagaimana karakter tokoh pada
novel “9 matahari”?
3.
Alur apa yang digunakan dalam
novel “9 matahari”?
4.
Latar apa saja yang digunakan
penulis dalam cerita “9 matahari”?
5.
Apa amanat yang terkandung dalam
cerita “9matahari”? yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca?
Tujuan Makalah
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1.
Untuk mengetahui unsur intrinsik pada novel “9 matahari”
2.
Untuk menetahui karakter tokoh
pada novel “9 matahari”
3.
Untuk mengetahui alur apa yang
digunakan dalam novel “9 matahari”
4.
Untuk mengetahui latar apa saja
yang digunakan
5.
Utuk mengetahui amanat yang
terkandung pada novel “9 matahari”
Manfaat Makalah
1.
Dapat dijadikan motivasi bagi
para masyarakat khususnya pelajar dalam menghadapi masalah dalam hal pendidikan
2.
Dapat dijadikan contoh untuk para
pelajar lainnya dalam menentukan unsur intrinsik pada sebuah novel
Tema: Optimisme
Optimisme
merupakan harapan yang selalu mengarah kepada kebaikan (KLBI: 414). Harapan
telah mengarah kepada jiwa manusia sejak lahir. Ini dibuktikan dengan semakin
majunya peradaban manusia dari masa-ke masa.
Pada
novel “9 matahari” kita dapat melihat banyak sekali kata-kata yang diucapkan
tokoh dalam hal optimis. Pernyataan tersebut telah dibuktikan dalam novel ini.
Dimulai dari kesungguhan seorang anak yang ingin melanjutkan sekolah dari
tingkat SMA menuju perkuliahan dengan biaya yang minim (Yuli Anita, 9 marahari:
hal 2). Keinginan yang besar dalam menggapai cita-cita sempat terkubur karena
tidak adanya biaya dan kurangnya dukungan dari orang tua (Ayah).
Optimisme
yang dimiliki oleh tokoh, yaitu Matari Anas (Yuli Anita, 9 marahari: hal 10)
dalam hal mencari uang untuk biaya kuliahnya. Matari yang begitu optimis dalam
membangun cita-citanya terlihat dari kutipan berikut: “Kenapa hanya makanku
yang aku pikirkan? Pernah kebayang bagaimana keinginan besar aku untuk kuliah,
punya mimpi yang sama dengan orang lain? Aku ingin jadi sarjana.” ‘kan bisa
sambil jalan, kita harus Optimis.”
(Yuli Anita, 9 marahari: hal 3).
Sejak
saat itu Kak Hera, kakak dari Matari Anas mencari dana kesana kemari demi
sekolah yang diinginkan adiknya. Mulai dari keluarga terdekat, tetangga,
bahkanteman tidak dari Ayah dan Ibu
mereka, semuanya tidak luput dari pencarian kakak dan adik untuk meminjam uang.
Dengan
sikap yang optimis, maka dana yang terkumpul kemudian dicatat dibuku hutang pun
berjumlah 3 juta (Yuli Anita, 9 marahari: hal 6).
Berkat
optimis dan kerja keras Matari Anas akhirnya dia dapat melanjutkan sekolahnya
di universitas Panaitan jurusan yang dia inginkan dan idam-idamkan yaitu Ilmu
Komunikasi (Yuli Anita, 9 marahari: hal 8) dan yang dia masuki adalah program
ekstensi.
Tempat
kuliahnya yang jauh dari pusat kampus, yaitu di tengah kota Dago dan pusat kuliahnya
terletak di dekat kota Sumedang. Ruang kelas yang kecil, bahkan lebih kecil
dari sekolah SD nya. Hanya ada 5 ruang sebesar 6 x 10 meter: 1 aula, 1
Mushalla, 1 ruang petinggi (Yuli Anita, 9 marahari: hal 8).
Matari
memang anak yang mempunyai keinginan dan tekad yang kuat dalam meraih cita-cita
sebagai sarjana. Sekolah yang jauh dari tempatnya berada, yaitu Jakarta
tepatnya tinggal di Gang Langgar, Rawa Bugel, sebuah daerah di perbatasan utara
dan barat kota Jakarta. Dekat bandar udara internasional, Cengkareng, dan Teluk
Jakarta (Yuli Anita, 9 marahari: hal 13).
Tempat
yang kecil tidak menyulutkan keinginan Matari untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai
perkembangan dunia, karena Matari merasa hanya bisa menjadi penonton (Yuli
Anita, 9 marahari: hal 14). Matari sudah mulai gelisah dan segaera ingin
ber-hijrah dari rumah yang ditempatinya, karena penduduknya yang berjubel,
suasana rumah yang sudah tidak nyaman, dan kondisi yang sudah tidak
memungkinkan lagi untuk ditempati.
Dari
cerita di atas kita bisa mengetahui bahwa sekolah yang jauh bukan menjadi
penghalang untuk menciptakan cita-cita. Rasa dan sikap optimis telah
mengalahkan rasa pesimisme dalam jiwa manusia. Seharusnya orang yang memiliki
banyak kecukupan dalam hal materi bisa memakai peluangnya untuk bersekolah yang
tinggi. “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”, itulah yang dikatakan oleh
Ir. Soekarno.
Tokoh dan Penokohan
Pada
novel “9 matahari” banyak sekali tokoh yang dibicarakan. Tetapi yang menjadi
sorotan utama akan saya bahas kali ini.
Matari
Anas merupakan tokoh utama dalam novel ini. Matari merupakan anak yang sejak
dulu punya begitu banyak keinginan dan ingin berkembang (Yuli Anita, 9 marahari: hal 10). Matari
berkeinginan untuk les dan mengikuti bimbingan belajar, tidak hanya bimbingan
belajar tetapi mengikuti les piano. Namun keinginan tersebut hanya satu yang
terpenuhi yaitu bimbingan belajar, karena keterbatasan biaya. Keinginan untuk
kuliah diBandung telah di cita-citakannya sejak SMP. Sikap tekad dan otimis
Matari tertulis dalam hati kecilnya, hal ini terlihat dalam kutipan: “....bahwa
aku akan ingin tetap bertahan di kota Bandung ini untuk tetap kuliah. Aku
sangat yakin bahwa diriku ini akan menemukan sebuah kesempatan besar sebentar
lagi. Yaa...sebentar lagi.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 21).
Perang
batin yang dialami Matari muncul. Ditengah krisis keuangan dan fisik Matari
yang lemah menuntutnya untuk memakai tongkat untuk pergi ke kampus. Uang dan
yang dikirimkan oleh tanteku mulai tidak pasti. Matari menemukan kejanggalan,m
dan setelah diselidiki ternyata uang tersebut hasil selingkuhannya dengan pria.
Ini dibuktikan dalam kutipan: “Aku merasakan perang batin yang amat sangat. Aku
jadi merasa begitu nista. Haruskah aku mempertahankan ini semua? Aku
memperjuangkan impianku disebuah area abu-abu. Tanteku yang sudah berumah
tangga berselingkuh, dalam kacamataku adalah sebuah perdebatan yang salah.
Entah apa alasannya, tetapi buatku hal itu melanggar nilai kesetiaan. Aku
merasakan idealismeku terinjak-injak.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 23).
Akhirnya
Matari keluar dari lingkaran setan dan mencoba untuk mencari uang sendiri.
Meski sulit, namun itu adalah satu-satunya jalan terbaik untuk menyelesaikan
semua dosa-dosa dan menghapusnya.
Yati
Ayati adalah Ibu dari Matari Anas. Beliau merupakan sunda tokoh yang dibuktikan
dengan pengulangan kata pada namanya. Tutur katanya halus jika hendak menyampaikan
sesuatu. Beliau juga orangnya rajin dibuktikan dengan kutipan: “Ibu rajin
sekali mengururs rumah tangga dan membuat kue-kue tradisional.” Ibu Yati adalah
Ibu yang begitu perhatian kepada anaknya, ini dibuktikan dengan kutipan
berikut: “Jangan lupa sarapan atau minum teh manis biar perut hangat. Kamu ‘kan
gampang masuk angin.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 12).
Bapak
Matari Anas atau dengan dengan nama asli Brian Anas adalah seorang Ayah yang
keras, bicaranya cepat, senang sekali menceritakan sejarah dan ilmu bumi (Yuli
Anita, 9 marahari: hal 11-12). Bapakku menjadi sangat emosional ketika
disingung mengenai pekerjaannya dan menyinggung perasaanku ketika berbicara
,asalah kuliahku (Yuli Anita, 9 marahari: hal 42).
Kak
Hera adalah kakak dari Matari Anas. Usia mereka beranjak 4 tahun. Dia tekun,
rajin menabung, dan hafalannya cepat sekali. Kak Hera adalah seorang yang
tomboy, terlihat dalam kutipan: “Sikapnya acuh, juga terlihat judes. Ia suka
Guns N’ Roses, sementara aku suka Eric Clapton.
Saska.
Ia cantik sekali. Rambutnya panjang dan lurus, pakaiannya sangat padu padan
dengan sepatunya. Kelihatannya dia orang yang cerdas (Yuli Anita, 9 marahari:
hal 48).
Sansan
adalah teman dari Matari Anas yang begitu baik. Dia telah berkali-kali membantu
Matari ketika Matari kehabisan uang untuk membayar uang kost. Nama sebenarnya
adalah sania Kantawinata. Orangnya cukup mampu untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun, papinya yang seorang manajer disebuah perusahaan costumer goods
tersandung kasus akibat perbuatan anak buahnya dan satu tim dirumahkan (Yuli
Anita, 9 marahari: hal 158).
Nita
adalah mahasiswa di jurusan Biologi IGB. Dia cantik, menarik, apa adanya, dan
tomboy. Dia juga suka sekali dengan outdor activites (Yuli Anita, 9 marahari:
hal 213). Dia juga suka menyelam dan mempunyai peliharaan ikan yang banyak.
Arga
Panaitan
Dia
adalah teman baik Matari yang Matari kagumi. Dia adalah seorang pekerja yang
kreatif dan bekerja di CTV (Campus TV). “Arga tidak hanya kreatif, tapi dia
memahami proses belajar alamiah, berpikir, berkreasi, berimajinasi,
mengapresiasi, dan menyatukan memori dan menghafalnya” (Yuli Anita, 9 marahari:
hal 217). Perekonomian keluarganya hampir lumpuh karena ayahnya. Mobil putihnya
menjadi icon anak kampus, termasuk aku (Matari).
Medi
Indrianto
Mas
Medi. Begitu kami memanggilnya. Dia seorang arsitek yang sudah 2 tahun memilih
untuk tidak bekerja pada orang lain. Mas Medi mempunyai jiwa kepemimpinan dan
semangat wirausahawan, terlihat dalam kutipan berikut: “ Jiwa kepemimpinan dan
semangat wirausahanya yang tinggi, membuat ia menghanyutkan keinginannya
bekerja pada orang lain.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 219).
Genta
Kaligis
Dia
adalah mantan penyiar kampus dan dia adalah orang yang paling mengedepankan
gaya diantara sahabat Matari. Genta mempunyai hobi yang konstan, seringkali
Genta mempunyai penghasilan dari hobinya, yaitu memotret dan mendokumentasikan
dengan menggunakan SLR. Ini terungkap dalam kutipan berikut: “Ia hobi sekali
memotret dan mendokumentasikan segala sesuatu dengan kamera SLR miliknya.
Kamera yang juga jadi sumber penghasilannya karena sering disewakan untuk
dokumentasi acara-acara yang diselenggarakan di kampus.” (Yuli Anita, 9
marahari: hal 270).
Muhammad
Kaisar
Muhammad
Kaisar biasa dipanggil Ikal adalah orang yang rapih dan teratur. Orang yang
merencanakan segala sesuatu dengan matang dia lah orangnya. Dia orang yang
tekun, terlihat dalam kutipan berikut: “....ia tergabung dalam sebuah kesenian
budaya angklung, sebuah komunitas yang kemudian berkat ketekunan dan niatnya
begitu besar memajukan lingkungan tatar Sunda, mampu membawanya keliling Eropa
untuk mempromosikan kesenian Sunda, mampu membaginya keliling Eropa untuk
mempromosikan kesenian Sunda.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 222).
Arga
Panuntun, Medi Indrianto, Genta Kaligis, dan Muhammad Kaisar adalah empat
serangkai yang menjadi teman Matari. Mereka semua berkantor di seberang kampus
IGB (Institut Ganesha Bandung), yaitu CTV.
Tokoh
yang jarang atau sedikit diceritakan adalah tokoh lataran. Tokoh ini hanya berfungsi
sebagai latar cerita saja. Walaupun tokoh lataran sangat sedikit dalam
bercerita, namun kehadirannya mempunyai peranan penting.
Tokoh
lataran diantaranya adalah:
Shinta
yang pengetahuannya luas (Yuli Anita, 9 marahari: hal 17), Suriman yang rajin dan
pintar sekali (Yuli Anita, 9 marahari: hal 17), Elis Kartika yang mempunyai
logat Sunda yang kental (Yuli Anita, 9 marahari: hal 49), Drs. Gani Prmudya,
M.Si. Dosen Unpan (Yuli Anita, 9 marahari: hal 50). Pak Hanif, Tomi, Alfa, Kang
Danu, Abdul, Pak Wanisar, Pak Ageng, Ibu Putri Ningsih,, Mirna, Mbak Lena, Mami
Hesti, Arva, Pandu, Tante Erna, Om Nirwan, Arga, dan Kak Deva
Latar
Setiap
cerita pasti mempunyai latar. Latar terbagi menjadi tiga macam, yaitu latar
tempat, latar waktu, dan latar suasana. Begitu pula dalam cerita pada novel “9
matahari”. Cerita pada novel ini menggunakan latar tempat rumah, universitas,
dan Bandung. Rumah menjadi tempat pertama yang diceritakan, seperti dalam
kutipan berikut: ”Kami tinggal di Gang Langgar, Rawa Bugel. Sebuah daerah di
perbatasan utara dan barat kota Jakarta.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 13).
Tidak hanya di rumah sebagai tempat, tetapi kamar Matari di Bandung juga
diceritakan, seperti kutipan berikut: “Radio di kamarku sudah mulai terdegar
berisik.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 43).
Latar
tempat yang digunakan pengarang yaitu Universitas. Universitas yang digunakan adalah Universitas Panaitan
(Unpan). Disebutkan Matari, pertama kali ketika dirinya mencoba ujian UMPTN dan
Matari diterima. Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut: “Bulan lalu Aku
melihat pengumuman, Universitas Panaitan (Unpan) membuka pendaftaran untuk
program ekstensi...” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 34). Lingkungan kampus
menjadi sorotan juga. Pembaca menjadi dan terbawa oleh suasana oleh imajinasi
yang nyata dan mendetail. Hal ini terlampir dalam kutipan berikut: “Hari itu
pukul 7.15, Aku sudah sampai di kampusku. Suasananya masih sepi. Aku
memperhatikan disekelilingku. Hanya butuh waktu 10 menit saja untuk
menghafalkan kelas, ruangan, dan segalanya yang ada di sana.” (Yuli Anita, 9
marahari: hal 56).
Latar
tempat yang ketiga adalah Bandung. Dibuktikan dengan tempat-tempat yang
diceritakan oleh pengarang kepada pembaca. Hal tersebut dibuktikan dengan
kutipan berikut: “Tapi kalau kamu butuh sharing, Mami adalah orang tua terdekat
kamu di Bandung ini, sayang.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 184).
Sedangkan
latar waktu yang digunakan oleh pengarang dalam novel “9matahari” adalah
kampus. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut: “Sudah pukul 8.45, tapi belum
ada tanda-tanda kelas akan dimulai.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 50). Tidak
hamya di kampus, Dago pun menjadi latar waktu. Ketika Matari mempunyai masalah
dia berdoa kepada tuhan pada malam hari, seperti di dalam kutipan berikut ini:
“Malam itu, aku bercakap-cakap lebih lama dengan tuhanku.” (Yuli Anita, 9
marahari: hal 185).
Latar
suasana yang digunakan dalam novel “9 matahari” yaitu rasa optimisme yang kuat,
rasa percaya diri yang hebat, dan semangat juang yang tinggi. Optimis bahwa
dirinya bisa bersekolah hingga S1, percaya bahwa cobaan-cobaan yang dihadapi
akan cepat berlalu, dan semangatnya untuk mencapai cita-cita. Semua terlihat
pada kutipan berikut: “Tapi yang pasti, aku tidak mau jadi buruh pabrik seperti
bapakku. Atau....kalau aku menjadi seorang ibu, aku bisa menjadi ibu yang
pintar berbisnis, mengajar, menulis, dan aktifitas lainnya yang tetap bisa
memberdayakan diriku menjadi seorang wanita yang berguna bagi orang-orang di
sekelilingku. Aku ingin menjadi seorang. Aku ingin dunia melihat bahwa aku ada!
Dengan impianku...ya, kuliah aku pasti bisa melihat dunia atau bahkan menjadi
dunia bagi orang lain.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 39).
Amanat
Amanat
yang terkandung dalam novel “9 matahari” yaitu kejarlah cita-cita dan dapatkan
cita-cita itu dengan optimis, sabar, dan ikhtiar sehingga cita-cita tersebut
dapat diraih dengan rasa puas. Sangat miris sekali melihat pendidikan yang ada
di sekitar kita, terutama teman-teman kita yang mempunyai biaya yang cukup untuk
sekolah tapi sering membolos dan malas untuk pergi ke sekolah. Melihat Matari
yang begitu semangatnya untuk mendapatkan sekolah yang tinggi membangkitkan
rasa optimisme kita dalam meraih sebuah ilmu.
Kekurangan
biaya bukanlah hal yang menjadi penghalang untuk mencari sebuah ilmu, mungkin
bukan sebuah ilmu tetapi tepatnya berjuta-juta ilmu. Selama ada kemauan, usaha
dan dibantu oleh do’a, maka usaha kita tidak sia-sia dan tidak hanyacita-cita
yang kita dapat, tetapi juga pahala yang diberikan Allah SWT kepada kita.
Kesabaran
juga menjadi faktor pendorong untuk meraih kesuksesan dan cita-cita. Orang yang
sabar adalah pemenang yang finish nya terakhir disaat yang lain finish lebih
dahulu dengan penuh emosi. Sabar dan bertawakal, insya Allah dimudahkan dalam
segala usaha.
Dalam
segala urusan, masalah, dan hal-hal yang membuat kita merasa pusing dalam
menghadapi kehidupan maka keluarga, kerja sama, persaudaraan, dan saling
membantu adalah kunci untuk keluar dari segala masalah yang kita hadapi.
Daftar Pustaka
Sofiyah
Ramdhani E.S. 2004. Kamus Lengakap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar
Anita
Yuli. 2008. 9 matahari. Jakarta: PT Grasindo
Sudut Pandang
Sudut
pandang dalam sebuah cerita terbagi beberapa, yaitu orang pertama pelaku utama,
orang ketiga pelaku sampingan, dan orang ketiga serba tahu. Di dalam novel “9
matahari” menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama, cirinya adalah
si pelaku menggunakan kata “Aku”. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut:
“Sayang kebanyakan orang hanya memandang aku
sebagai bagian dari sisi gempita itu. Ingin rasanya mengundurkan diri dari
dunia gempita itu, tapi selanjutnya aku
kerja apa? Aku belum tahu seorang
Tari ini mempunyai kemampuan apa lagi.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal 146)
Ketika
Matari mengingat masa lalunya, Matari selalu berbicara dalam jiwanya. Ini
terbukti dengan kutipan beriku ini: “Aku seperti baru kembali dari sebuah
perjalanan panjang. Aku tersedak, batuk-batuk.” (Yuli Anita, 9 marahari: hal
63). Kalimat “Aku” dalam novel “9 matahari” sangat banyak yang tertuang. Perang
batin yang panjang membuat pelaku menjadi lebih hidup dan berwarna.